Pertanyaan:
Ada seseorang yang membeli mobil dengan cara kredit dan penjual membuat perjanjian dengannya bahwa mobil kreditan tersebut tidak boleh dijual oleh pembeli sampai cicilan terakhir dibayarkan. Yang menjadi pertanyaan adalah:
- Apakah poin perjanjian semacam ini yaitu tidak boleh menjual barang kreditan sampai cicilan terakhir dibayarkan adalah poin perjanjian yang diperbolehkan oleh syariat?
- Jika memang poin perjanjian semacam itu dibenarkan oleh syariat, apakah pembeli diperbolehkan untuk melanggar aturan main tersebut sehingga mobil kreditan tersebut dia jual sebelum masa kredit selesai?
Jawaban:
Diriwayatkan oleh Bukhari, dalam kitab Shahih-nya, dari Aisyah bahwa Rasulullah bersabda,
أي شرط ليس في كتاب الله فهو باطل وإن كان مائة شرط
“Semua poin perjanjian yang menyelisihi aturan Allah adalah poin kesepakatan yang batil (dianggap tidak ada) meski ada seratus poin kesepakatan.”
Transaksi jual beli itu memiliki dampak. Di antara dampaknya adalah kebebasan bagi pembeli untuk melakukan tasharruf (menjual, menyewakan, menggadaikan, dan lain-lain) terhadap barang tersebut. Dengan demikian, setelah terjadinya transaksi, penjual tidak diperkenankan melarang pembeli untuk menjual barang yang dia beli meski cara pembeliannya dengan cara kredit. Bahkan, pembeli barang kreditan diperbolehkan untuk menjadikan barang tersebut sebagai agunan utang.
Jadi, penjual barang kreditan tidaklah memiliki hak untuk membuat poin perjanjian semacam itu, sehingga boleh saja bagi pembeli barang kreditan untuk menjual barang kreditan yang dia beli. Akan tetapi, pembeli barang kreditan berkewajiban untuk menyelesaikan cicilan tanpa telat dari tanggal jatuh tempo setiap bulannya, kecuali dalam kondisi terpaksa yang mengharuskannya untuk telat membayar angsuran.
Referensi: http://www.al-sunan.org/vb/showthread.php?t=8541
Artikel www.PengusahaMuslim.com